Warok Suromenggolo adalah salah satu warok yang terkenal
kesaktiannya dan sifatnya yang ksatria. Di kisahkan pada zaman dulu Kadipaten
Trenggalek rusuh dan tidak tentram karena sering terjadi
pencurian, perampokan dan keonaran. Adipati Trenggalek meminta tolong
seorang Warok Gunaseco atau Ki Secodarmo untuk menumpas para
permbuat onar tersebut dan berhasil. Kadipaten Trengalek kembali tentram dan
damai. Sebagai tanda terima kasih, Adipati Trenggalek memberikan hadiah dan
ganjaran kepada Ki Secodarmo dan kerabat serta murid-muridnya, bahkan
anak Ki Secodarmo yang bernama Roro Suminten diangkat
menjadi menantu dan akan dipersandingkan dengan putra Sang Adipati yang
bernama Raden Subroto.
Tetapi,
diam-diam Raden Subroto menghilang dari kadipaten karena dia
tidak bersedia menjalani perkawinan dengan Roro Suminten.
Akibatnya, Ki Secodarmo dan kerabat yang telah menyiapkan pesta perkawinan
sangat terpukul, bahkan Roro Suminten, calon pengantin menjadi gila…
Dalam pengembaraannya,
Raden Subroto bertemu dengan Roro Warsiyani (Cempluk),
anak Ki Suromenggolo, Warok dari Desa Ngampal keduanya pun saling
jatuh cinta. Ki Suromenggolo senang menerima lamaran Raden Subroto, kemudian
keduanya dipersandingkan menjadi suami isteri. Selajutnya, pengantin Subroto
dan Cempluk boyong ke kadipaten Trenggalek. Dalam acara pesta penyambutan, Roro
Suminten yang gila datang dan ikut menari kegirangan. Semua orang melihat, tapi
tak ada yang mengenalinya sebagai Roro Suminten.
Warok Singo Korba, adik seperguruan Secodarmo merasa sakit hati
melihat Cempluk bersanding bahagia. Di benaknya, Singo Kobra menganggap Cempluk
sebagai penyebab gagalnya perkawinan dan gilanya Suminten. Dalam liputan
dendam, Singo Korba menusuk Cempluk dengan keris saktinya lalu menghilang.
Pesta menjadi hiruk pikuk dan gempar melihat Cempluk yang terkapar tak berdaya
dan bermandi darah. Karena saktinya, Warok Suromenggolo dapat menyembuhkan Cempluk dengan
batuna pusaka Ruyung Bang pemberian gurunya sang Batara Katong.
Melihat puteri
kesayangannya di sakiti Suromenggolo tidak terima. Dia mencari Singo Kobra
untuk membalas dendam. Dalam pencariannya Suromenggolo bertemu dengan Ki
Secodarmo. Maka terbongkarlah duduk permasalahan yang sebenarnya. Namun begitu
perkelahian tetap terjadi antara keduanya yang berakhir dengan tewasnya Ki
Secodarmo. Singo kobra melihat kakak seperguruannya terbunuh ikut belah
pati dengan menantang Suromenggolo duel yang menyebabkan Singo Kobra
terbunuh dengan pusakanya sendiri.
Karena kebesaran hatinya,
Warok Suromenggolo dengan kesaktiannya menyembuhkan Suminten dan
meminta Raden Subroto untuk mengawini Suminten sebagai istri kedua. The End.
Kisah Cinta Roro Suminten dan Raden
Subroto dalam Warok Suromenggolo
Warok Suromenggolo merupakan salah seorang pembesar
pasukan (manggala) yang berasal dari Kadipaten Ponorogo, Jawa Timur. Sisi
kehidupannya penuh intrik politik namun menyimpan kisah cinta yang cukup
romantis. Anak Suromenggolo bernama Roro Warsiyani yang mencintai Raden Subroto
anak Adipati Ponorogo dipentaskan dengan apik lewat pagelaran seni dan
teatrikal tradisional bertitel Warok Suromenggolo. Para pemain yang memainkan
seni teater Dongkrek ini dimainkan oleh Paguyuban Reog Ponorogo Jabodetabek di
Sasono Langen Budaya, Taman Mini Indonesia Indah pada Juli lalu.
Ponorogo sebagai kadipaten dari Kerajaan Majapahit di
masa kekuasaan Bhre Kertabumi yang bergelar Brawijaya V (1468-1478), menyimpan
sejarah mengenai sosok Raden Panembahan Batara Katong adik dari Raden Patah,
Sultan Demak. Raden Batara Katong sendiri mempunyai sosok pengawal (manggala)
kerajaan yang amat setia bernama Warok Suromenggolo, yang sakti mandraguna.
Ponorogo dibawah pemerintahan Adipati Raden Batara Katong, mengalami kemajuan
dan kemakmuran, Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Karto Rahajo. Namun ketika
ia sudah menua, kepemimpinan beralih kepada anaknya, Panembahan Agung.
Banyak intrik yang akan dilancarkan untuk memberontak
kepada Panembahan Agung. Warok yang terkenal selain Suromenggolo antara lain,
Suro Handoko,Gunoseco, Honggojoyo, dan Sino Kobra, ingin memberontak dan maksud
ini diendus oleh Suromenggolo. Suromenggolo bertekad mempertahankan
kepemimpinan yang ada.
Dalam teater Dongkrek ini, dikisahkan Jin Kluntung Wuluh
menari diiringi bala tentaranya yang melingkar mengitari dengan gerak loncat
kesana kemari. Kemudian muncul sosok tokoh pemuda memerankan Jin Kluntung
Mungil dengan muka yang sangar mengadu kepada ayahnya Jin Kluntung Wuluh, bahwa
dirinya ingin menikahi seorang wanita anak manusia. Namun sang Kluntung Mungil
malah menampar anaknya.
Si Jin Kluntung Mungil ditolak untuk menikahi Cempluk
atau Roro Warsiyani anak Suromenggolo. Sang ayah Kluntung Wuluh
mengatakan kepada anaknya, "Anak polah bopo kepradah, anak bertingkah
bapaknya ikut terkena imbasnya".
Atas masalah anaknya, sang ayah Kluntung Wuluh mencoba
membangunkan seorang petapa yakni Warok Suro Handoko, dengan mengeluarkan ilmu
sakti yang dimiliki Jin Kluntung Wuluh, Warok Surohandoko pun terbangun dari
pertapaannya dan membuat pasukan jin kocar-kacir.
Warok Surohandoko yang terbangun kemudian meminta kepada
Raja Jin Kluntung Wuluh penguasa Gunung Dloka, untuk menjadikan dirinya seorang
Warok yang paling unggul di wilayah Ponorogo, dengan mengalahkan kakaknya warok
Suromenggolo. Raja Jin Kluntung Wuluh kemudian memberikan syarat bahwa Anaknya
harus bisa menikah dengan Cempluk, anak dari Warok Suromenggolo.
Sebuah pusaka diberikan oleh Jin Kluntung Wuluh kepada Warok Surohandoko, berupa Aji dawet upas, berupa minuman yang berbahan cendol yang terbuat dari mata manusia. Melalui Aji Dawet Upas, Suromenggolo akan menderita luka bakar dan jatuh pingsan.
Sebuah pusaka diberikan oleh Jin Kluntung Wuluh kepada Warok Surohandoko, berupa Aji dawet upas, berupa minuman yang berbahan cendol yang terbuat dari mata manusia. Melalui Aji Dawet Upas, Suromenggolo akan menderita luka bakar dan jatuh pingsan.
Warok Suromenggolo yang berpegang teguh dengan ajaran
kemanusiaan, bertempur dengan adiknya Warok Surohandoko. Keduanya menggunakan
kekuatan kanuragannya dan senjata yang sama yakni kolor sakti. Warok
Suromenggolo memenangkan pertarungan itu.
Kemudian para penari jatilan masuk ke panggung, terdiri
dari 8 orang penari putra dan 8 orang penari putri. Mereka saling bergantian
menari antara putra dan putri. Diantara mereka juga terjadi parodi-parodi yang
menyebabkan penonton tertawa. Sampai akhirnya masuklah reog ke atas panggung
berputar-putar menari dan beratraksi.
Adegan dilanjutkan dengan Roro Suminten yang masuk ke
panggung. Roro Suminten merupakan anak dari Warok Gunaseco yang mencintai Raden
Subroto. Namun Warok Suromenggolo mengatakan kepada Roro Suminten bahwa Raden
Subroto tidak mencintai Roro Suminten melainkan mencintai Roro Warsiyani
(Cempluk). Mendengar cerita tersebut, Roro Suminten pun pingsan, tersadar dan
menangis meratapi Raden Subroto. Persiapan perkawinan menjadi gagal dan undangan
tersebar luas, akhirnya Roro Suminten menjadi gila. Keluarga Warol Gunaseco pun
menjadi dendam, berkeinginan untuk membunuh Cempluk.
Terjadilah mediasi antara Warok Suromenggolo dan
Gunaseco. Si Suromenggolo berdebat dengan Warok Gunaseco terkait dosa Cempluk,
sehingga harus dibunuh. Mediasi menemui jalan buntu dan berakhir dengan
perkelahian keduanya. Ketika Warok Gunaseco mulai kalah munculah Warok
Surohandoko dengan menyiramkan Aji Dawet Upas ke muka Warok Suromenggolo
mengenai mata Warok Suromenggolo. Namun luka tersebut sembuh seketika dengan
pusaka Ruyung Bang pemberian sang Guru Batara Katong. Warok Suromenggolo
akhirnya mengajak duel keduanya. Ketika keduanya hampir kalah, munculah Warok
Singobowo dari Perguruan Argo Wilis, mendamaikan ketiganya yang bertikai.
Tak lama kemudian, Roro Suminten yang gagal menikah
dengan Raden Subroto, hadir diatas panggung dengan istrinya Roro Warsiyani
(Cempluk) muncul ke atas panggung, dengan menggunakan jaran kepang (kuda
lumping) dan berceloteh tak tahu arah, layaknya orang gila. Perlahan-lahan Roro
Suminten mulai sadar dari gilanya, berkat kesaktian Warok Suromenggolo. Setelah
sembuh, Warok Suromenggolo meminta Raden Subroto untuk mempersunting Roro
Suminten sebagai istri keduanya. [AhmadSirojuddin/IndonesiaKaya]
0 komentar:
Posting Komentar