GOLAN MIRAH
Sebagai warga Ponorogo tentu kita pernah dengar
mitos tentang desa Golan dan Desa Mirah yang berada di Kecamatan Sukorejo.
Mitos itu terus berkembang dalam masyarakat sejak dahulu hingga sekarang.
Diantara mitos tersebut adalah air dari desa Golan tidak mau bercampur dengan
air dari Desa Mirah, orang akan mengalami kebingungan ketika membawa benda atau
barang dari Golan ke Mirah dan sebaliknya. Adalagi orang Mirah tidak diperkenankan
menanam kedelai, orang Golan dan Mirah jika bertemu ditempat orang hajatan
dimana saja akan mengalami gangguan, tidak akan terjadi perkawinan antara orang
Golan dan Mirah.
Itulah beberapa mitos yang berkembang dimasyarakat.
Berkembangnya mitos tersebut tidak lepas dari cerita turun menurun yang
diwariskan leluhur. Cerita tersebut terus berkembang dimasyarakat hingga
sekarang. Berikut sedikit cerita Golan Mirah
****
Pada zaman dahulu di Desa Golan hiduplah seoarang
tokoh terkenal yang memiliki kesaktian yang tinggi serta gagah berani sehingga
disegani oleh masyarakat sekitar. Orang itu bernama Ki Honggolono. Karena
kebijaksanaan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki Ki Honggolono, beliau
diangkat menjadi Palang atau kepala desa dan mendapat sebutan Ki Bayu Kusuma.
Ki Honggolono memiliki adik sepupu yang bernama Ki Honggojoyo yang lebih
dikenal dengan sebutan Ki Ageng Mirah. Ki Honggolono memiliki seorang putra
yang tampan dan gagah perkasa yang bernama Joko Lancur. Joko Lancur adalah
pemuda tampan yang mempunyai hobi menyabung ayam dan mabuk-mabukan. Sedangkan
Ki Ageng Mirah mempunyai putri yang sangat cantik yang bernama Mirah Putri Ayu.
Mirah Putri Ayu menjadi bunga desa dan mendapat julukan Mirah Kencono Wungu.
Joko Lancur memiliki kegemaran menyabung ayam,
kemanapun ia pergi tak pernah pisah dari ayam jago kesayangannya. Pada suatu
hari ketika akan menyabung ayam, Joko Lancur melewati Mirah. Ditempat itulah
ayam kesayangannya lepas. Maka gundahlah hatinya Karena peristiwa itu. Berbagai
cara dilakukannya untuk menangkap ayam itu namun tidak berhasil. Sampai
akhirnya ayam tersebut masuk ke ruang dapur Ki Ageng Mirah. Mirah Putri Ayu
yang sedang membatik di dapur sangatlah terkejut melihat ada seekor ayam jantan
yang masuk ke dalam rumahnya. Mirah Putri Ayu berhasil menangkap ayam tersebut,
dan sangatlah senang hatinya karena ternyata ayam tersebut sangatlah jinak.
Tak lama kemudian masuklah Joko Lancur yang mencari
ayamnya, alangkah kagetnya Joko Lancur melihat ayam kesayangannya berada dalam
pelukan perawan jelita yang belum dikenalnya. Joko Lancur tidak segera meminta
ayam kesayangannya, namun terpesona kecantikan Mirah Putri Ayu. Sebaliknya
Mirah Putri Ayu juga sangat mengagumi ketampanan Joko Lancur. Keduanya saling
curi pandang, berkenalan hingga menaruh suka diantara mereka. Joko Lancur tidak
mengetahui jika ternyata pamannya Ki Ageng Mirah memiliki putri yang sangat
cantik dikarenakan Mirah Putri Ayu merupakan gadis pingitan yang tidak boleh
bergaul dengan sembarang orang. Ditengah keasyikan obrolan mereka, tiba-tiba Ki
Ageng Mirah masuk kedapur dan menemukan Joko Lancur sedang berdua dengan
putrinya. Ki Ageng Mirah marah kepada Joko Lancur karena dianggap tidak
memiliki tata karma serta tidak memiliki sopan santun karna telah berani masuk
kerumah orang lain tanpa meminta ijin pemilik rumahi terlebih dahulu. Joko
Lancur menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, namun Ki Ageng Mirah tidak mau
peduli penjelasan Joko Lancur. Akhirnya Joko Lancur diusir dan disuruh segera
meninggalkan rumah Ki Ageng Mirah. Joko Lancur segera pulang dengan perasaan
malu dan cemas, namun dibenaknya selalu teringat akan kecantikan Mirah Putri
Ayu.
Waktu terus berjalan, Joko Lancur tidak seperti
biasanya yang selalu pergi dengan ayam kesayangannya, namun Joko Lancur lebih sering
mengurung diri dalam kamar, sering melamun,menyendiri, sering tidak makan dan
tidak tidur karena memikirkan Mirah Putri Ayu. Keadaan ini akhirnya diketahui
ayahnya Ki Honggolono. Setelah ditanya, Joko Lancur menyampaikan kepada ayahnya
jika dirinya sedang jatuh hati pada Mirah Putri Ayu. Karena Joko Lancur
merupakan anak semata wayangnya, Ki Honggolono segera menuruti keinginan
putranya untuk melamarkan Mirah Putri Ayu.
Berangkatlah Ki Honggolono menuju rumah Ki Ageng
Mirah untuk melamar Mirah Putri Ayu. Kedatangan Ki Honggolono disambut dengan
muka ceria oleh Ki Ageng Mirah, meskipun dalam benak Ki Ageng Mirah tidak sudi
memiliki calon mantu seorang penjudi sabung ayam. Ki Ageng Mirah berupaya
menolak lamaran tersebut dengan cara yang halus agar tidak menusuk perasaan
keluarga Ki Honggolono, maka diterimalah lamaran tersebut dengan beberapa
syarat diluar kemampuan manusia. Syarat yang diajukan Ki Ageng Mirah adalah
supaya dibuatkan bendungan sungai untuk mengairi sawah-sawah di Mirah serta
serahan berupa padi satu lumbung yang tidak boleh diantar oleh siapapun, dalam
arti lumbung tersebut berjalan sendiri. Syarat tersebut disanggupi oleh Ki
Honggolono.
Dengan kesanggupan Ki Honggolono untuk memenuhi
persyaratan tersebut, Ki Ageng Mirah merasa khawatir dan berusaha menggagalkan
pembuatan bendungan dan pengumpulan padi yang dilakukan Ki Honggolono.
Sementara itu Ki Honggolono dengan bantuan murid-muridnya bekerja keras untuk
membuat bendungan dan mengumpulkan padi. Berkat kerja kerasnya dalam waktu yang
singkat syarat yang diajukan Ki Ageng Mirah mendekati keberhasilan. Dengan
melihat apa yang dilakukan Ki Honggolono, Ki Ageng Mirah menemukan strategi
untuk menggagalkan apa yang dilakukan Ki Honggolono. Ki Ageng Mirah meminta
bantuan Genderuwo untuk mengganggu pembuatan bendungan serta mencuri padi-padi
yang sudah dikumpulkan.
Apa yang dilakukan Ki Ageng Mirah diketahui oleh Ki
Honggolono. Ki Honggolono tidak mau lagi mengisi lumbung dengan padi, tetapi
diganti dengan damen (jerami) dan titen (kulit kedelai). Dengan kesaktian yang
dimiliki Ki honggolono, damen dan titen tersebut disabda menjadi padi.
Mengetahui isi lumbung bujan padi, genderuwo utusan Ki ageng Mirah beralih
mengganggu pembuatan bendungan dengan menjebol bendungan yang belum selesai
dibuat. Namun ternyata hal tersebut juga diketahui oleh Ki Honggolono. Ki
Hongggolono kemudian meminta bantuan kepada buaya yang jumlahnyaa ribuan untuk
menangkap genderuwo ketika mengganggu pembuatan bendungan. Akhirnya genderuwo
dapat dikalahkan dan pembuatan bendungan berjalan lancar.
Semua persyaratan sudah lengkap, Ki Honggolono
menyabda lumbung padi untuk berangkat sendiri, diikuti oleh rombongan mempelai
laki-laki. Awal kedatangan rombongan mempelai laki-laki disambut baik oleh Ki
Ageng Mirah. Namun Ki Ageng Mirah juga bukan orang biasa, dengan kesaktiannya
Ki Ageng Mirah tahu apa isi sebenarnya lumbung padi yang dibawa mempelai
laki-laki. Dihadapan para tamu yang hadir Ki Ageng Mirah menyabda lumbung tersebut dan seketika
berubahlah padi dalam lumbung menjadi damen dan titen.
Dengan peristiwa tersebut terjadilah adu lidah dan
berlanjut adu fisik antara Ki Honggolono dan Ki Ageng Mirah. Ketika terjadi
percekcokan, Joko lancur mencari mirah Putri Ayu, keduanya tahu apa yang
terjadi diantara kedua ayahnya sehingga mereka memutuskan untuk bunuh diri
bersama. Masih bersamaan terjadinya peperangan, bendungan yang dibuat Ki
Honggolono ambrol dan terjadilah banjir bandang yang menewaskan banyak orang.
Usai peperangan Ki Honggolono berhari-hari mencari
putra kesayangannya, Joko Lancur. Tetapi ternyata ketika ditemukan putranya
sudah tewas bersama kekasih dan ayam kesayangannya. Jasad Joko Lancur kemudian
dimakamkan bersama ayam jagonya dan makam tersebut diberi nama Kuburan Setono
Wungu.
Dari peristiwa yang telah usai, dihadapan para muridnya
Ki Honggolono besabda : “Wong Golan lan wong Mirah ora oleh jejodhoan. Kaping
pindo,isi-isine ndonyo soko Golan kang ujude kayu, watu, banyu lan
sapanunggalane ora bisa digowo menyang Mirah. Kaping telu, barang-barange wong
Golan Karo Mirah ora bisa diwor dadi siji. Kaping papat, Wong Golan ora oleh
gawe iyup-iyup saka kawul. Kaping limone, wong Mirah ora oleh nandur, nyimpen
lan gawe panganan soko dele.
Semenjak kehilangan putra kesayangannya Ki
Honggolono banyak merenung. Walaupun
banyak harta melimpah ternyata tidak membuat hidupnya tenang dan tidak
mendapatkan ketenangan batin. Akhirnya Ki Honggolono insyaf dan taubat atas
semua perbuatannya dan mulai belajar syariat Islam. Demikian juga yang
dilakukan Ki ageng Mirah, karena peristiwa tersebut beliau kemudian berguru ke
seorang Kiyai.
***
Itulah cerita yang berkembang di masyarakat,
percaya atau tidak semua dikembalikan kepada pribadi masing-masing
0 komentar:
Posting Komentar